Nyaris Tidak Naik Kelas
PROFIL ALUMNI
Eko Budi Prasetya
Alumni Teknik Informatika 1994
Petaluma, California – USA
Nyaris Tidak Naik Kelas
Minat di bidang komputer sudah terasa oleh Eko Budi Prasetya sejak masa sekolah. Bermula dari sebuah lembaga kursus yang baru dibuka di Probolinggo, Eko mempelajari DOS, *Wordstar *dan Lotus 123. Setelah itu berlanjut mengenal BASIC dan dasar permrograman komputer. “Kebetulan waktu itu hanya ada satu guru di Probolinggo,” kenang pemilik zodiak Leo.
Eko sangat bersyukur karena orang tua sangat mendukung belajar komputer walaupun untuk ukuran ekonomi keluarga sangat mahal. “Terus juga masa depan yang tidak jelas ha…ha…,” kata penikmat Fusion Jazz.
Sewaktu SMA mengikuti computer club dan mencoba berkompetisi antar sekolah menengah atas tingkat Jawa Timur. Menang dan kalah pun sudah dirasakan Eko, namun dari sini banyak belajar pemrograman dari berbagai *platform *(language/operating-system).
Akibat dari hobi tersebut, banyak pelajaran lain yang tidak berhubungan dengan komputer sering diabaikan. Satu hari bisa menghabiskan waktu 3-5 jam di laboratorium komputer belajar pemrograman. Bahkan nyaris tidak naik kelas, lulus SMA menduduki peringkat ke 42 dari 45 siswa di kelas.
Biaya dan Popularitas
Saat masuk ke perguruan tinggi, Eko tidak ikut UMPTN karena hanya mampu menjawab bidang Matematika, Fisika, dan Bahasa Inggris. “Untuk bidang lain sudah pasti gagal, tidak ada minat juga,” beber Eko. Kala itu hanya tertarik masuk jurusan Teknik Informatika, namun tidak banyak perguruan tinggi yang menyediakan program studi tersebut.
Ketika mendaftar di STTS (Sekolah Tinggi Teknik Surabaya), Eko diterima dengan grade bagus tapi biaya mahal. Setelah itu mencoba daftar ke Binus, nama perguruan tinggi ini muncul dari beberapa penulis di majalah komputer Indonesia. Hasil tesnya mendapat grade dengan biaya per tahun hanya 1 juta tanpa dipungut bayaran masuk. “Memilih Binus karena biaya dan popularitas,” jelas penggemar masakan telur.
Di bangku perkuliahan, Eko banyak mendapat mata kuliah yang relevan dengan TI. Pemahaman topik mata kuliah lebih penting dari *grade *yang diperoleh. Hal ini membuat Eko begitu termotivasi dalam pemrograman. Untuk mata kuliah lain yang tidak relevan, cukup senang dengan hasil *grade *C.
Berbagai kompetisi tingkat lokal juga diikuti oleh Eko, sehingga banyak bertemu teman-teman yang menpunyai hobi sama. Oleh sebab itu Eko disarankan untuk melamar menjadi instruktur di BNTRC. Dari para senior Eko mendapat banyak materi untuk pembelajaran seperti bidang komunikasi data serta penerapannya di real-world. Di sini juga Eko menemukan tambatan hati yang bekerja sebagai customer service/accounting.
Negeri Paman Sam
Lulus kuliah Eko pindah ke Amerika Serikat untuk berkarier. “Tinggal di negeri asing banyak tantangan tapi juga menarik dengan berbagai hal baru,” ungkap penggiat volleyball. Sangat beruntung banyak teman membantu saat beberapa tahun pertama.
Pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya yang sebagian besar startup bidang komunikasi telah dilakoni Eko. “Ada beberapa sukses ada juga yang gagal,” ujar pengoleksi Mythical Man Month – Fred Brooks. Berhubung *nature *dari startup, maka waktu kerja pun “keras” dari pukul 9 pagi hingga tengah malam termasuk weekend.
Berdomisili di luar negeri tidak semudah yang dibayangkan. Membentuk keluarga di Amerika Serikat cukup sulit karena tidak memiliki sanak saudara. “Semua harus dikerjakan sendiri dan mandiri,” kata cowok yang hobi main video games. (henky honggo)
NB: profil ditulis oleh Henky Honggo
#alumniBinus
#IKABinus
#DivisiMediaSosial
#ProfilAlumni
#Komputer
#TeknikInformatika
#EkoBudiPrasetya
#Petaluma
#California
#USA
Eko Prasetya