Mau Jadi Apa?

PROFIL ALUMNI
Prajna Indrawati
Alumni Komputerisasi Akuntansi 2001
London – United Kingdom

Mau Jadi Apa?
Bermain musik sudah menjadi belahan jiwa bagi Prajna Indrawati. Ketika berusia 4 tahun, orang tuanya bertanya apakah mau bermain piano. Tentu saja sebagai anak kecil yang lagi senang-senangnya bermain mengiyakan tawaran tersebut. “Sejak itu saya memulai perjalanan belajar piano klasik di satu sekolah musik daerah Jakarta Pusat,” kenang Iin panggilan akrabnya. Dua belas tahun Iin menghabiskan waktu untuk menyelesaikan hingga tingkat akhir.
Ketika kelas 2 SMU di tahun 2000, Iin menamatkan kursus piano. Sejak saat itu muncul mimpi untuk kuliah musik di Jerman. Hanya saja mimpi tersebut tidak diizinkan orang tua. “Mau jadi apa?” ujar Iin meniru ucapan alasan orang tuanya.
Harapan orang tua ingin anaknya mengambil jurusan “lebih normal” seperti hukum, manajemen, akuntansi dan sebagainya. Setelah terjadi perdebatan, Iin memutuskan kuliah di Binus jurusan Komputerisasi Akuntansi, lalu lanjut ke Magister Manajemen konsentrasi Keuangan di Kwik Kian Gie School of Business.

Lulusan Terbaik
Sepanjang kuliah “normal” Iin tidak pernah berhenti bermimpi untuk tetap bisa belajar musik ke luar negeri. “Saya ingin melihat dunia dan mempelajari budaya di tempat baru,” terang peraih Titanic Memoriam Award untuk pianis terbaik Lies Askonas Competition 2018. Sewaktu kuliah, Iin sudah mulai mengajar piano untuk anak-anak, bergabung dengan Paramabira (Paduan Suara Mahasiswa Bina Nusantara) untuk bernyanyi dan pianis.
Kegiatan di bidang musik tentu saja bukan tanpa tentangan orang tua, tetapi Iin tetap mempertahankannya. “Cuma ingin menyalurkan hobi dan hal positif membuat saya bahagia he…he…,” kata penyuka makanan siomay. Walaupun aktif di bidang musik, Iin tetap menyelesaikan perkuliahan sesuai permintaan orang tua. “Saya ingat sekali betapa bahagia dan bangga kedua orang tua ketika mereka menghadiri acara-acara wisuda terutama ketika tercatat sebagai lulusan terbaik dari jurusan Magister Manajemen,” kata Iin. Membahagiakan orang tua sebagai hal yang mutlak bagi Iin.

Ada pertanyaan yang diajukan dosen dan teman-teman sewaktu kuliah di jurusan Magister Manajemen. “Kenapa kuliah manajemen padahal pekerjaannya mengajar piano?” Pertanyaan ini sering mampir dan Iin tidak memiliki jawabannya, hanya menjawab “ingin belajar manajemen”.
Mengikuti Audisi
Seiring perjalanan waktu, Iin semakin aktif mengajar piano dan menjadi pianis untuk beberapa kelompok paduan suara. Bahkan Iin berkesempatan untuk berangkat ke luar negeri mengiringi berbagai kompetisi paduan suara. Misalnya dengan Purwa Caraka Music Studio Choir, PSM Universitas Mercubuana, Paduan Suara SMP Negeri 19, Paduan Suara SMU Negeri 78, PSM Universitas Tarumanagara, PSM Universitas Indonesia dan lain-lain. Iin juga aktif menjadi pianis di konser-konser Paramabira sampai pertengahan 2019 sebelum berangkat menetap di UK.
Untuk menggapai cita-cita kuliah S2 bidang musik di luar negeri banyak hal yang dilakukan. Mulai dari mencari informasi hingga berkorespondensi dengan konservatori di Jerman dan Belanda. Ternyata persyaratan mutlak untuk bisa mendaftar S2 di jurusan musik harus memiliki ijazah S1 bidang musik. Saat itu karena pertimbangan usia, Iin berusaha mencari konservatori yang mengizinkan daftar dan audisi tanpa ijazah S1 Musik.
Bulan Januari 2016 Iin berangkat ke Thailand mengikuti audisi Master of Performance in Collaborative Piano dari Royal College of Music (RCM – London). Kala itu direktur dan perwakilan RCM berkeliling ke negara-negara di benua Asia seperti Jepang, Tiongkok, Hongkong, Thailand dan sebagainya untuk audisi calon mahasiswa.
Berbekal izin orang tua, tabungan pribadi serta bantuan beberapa donatur akhirnya Iin lolos seleksi dan dapat kuliah S2 tanpa syarat ijazah S1 Musik. Orang tua yang awalnya menentang akhirnya menyetujui. “Mereka dapat ikut merasakan kebahagiaan dan kekeraskepalaan saya dalam hal bermain piano he…he…,” jelas pengoleksi magnet kulkas.
Iin pun kembali menjadi mahasiswa S2 jurusan “performance”. Tentu saja bukan perjalanan mudah karena tidak memiliki pengalaman S1 bidang musik, serta menyesuaikan hidup di negara dengan musim dingin. Butuh proses panjang untuk keluar dari zona nyaman, apalagi harus meninggalkan keluarga, teman, karier yang dibangun lebih dari 10 tahun. Iin juga beruntung mendapat profersor-profesor yang sangat baik dan perhatian, selalu bertanya mengenai keadaan. Mereka juga bersedia menambah jam belajar berkali-kali lipat dari jadwal yang sudah ditentukan.

Berani Bermimpi
Dahulu banyak pertanyaan yang tidak terjawab jelas bagi Iin. Seperti pertanyaan “mau jadi apa?” sudah terjawab saat ini, karena memiliki kesempatan untuk tinggal dan berkarier sebagai pianis dan pendidik di UK. Lalu pertanyaan “kenapa kuliah manajemen padahal pekerjaannya mengajar piano?” juga sudah terjawab. Menekuni dunia musik bukan hal yang sebentar dan mudah dilakoni. Dengan belajar musik, maka otomatis belajar disiplin, bertanggung jawab atas waktu, rasa berempati, sejarah masa lalu, bekerja sama dan mengalah untuk kepentingan bersama.
Hal yang paling utama adalah tekun, gigih serta berdamai dengan diri sendiri. Belajar manajemen membuat Iin mengerti bahwa menjadi seniman saja tidak cukup. Otak kanan dan kiri harus seimbang agar kehidupan juga dirasakan seimbang.
Berani bermimpi dan mengejar mimpi, jangan takut gagal. Kegagalan itu menjadikan lebih kuat. Namun yang terpenting adalah tidak berhenti mencoba dan terus melangkah. “Kita tidak pernah tahu akan masa depan,” terang Iin yang pernah dua kali tampil di BBC Radio 3 (UK). (henky honggo)

NB: profil ditulis oleh Henky Honggo
#alumniBinus
#IKABinus
#DivisiMediaSosial
#ProfilAlumni
#Komputer
#KomputerisasiAkuntansi
#PrajnaIndrawati
#London
#UK

Posted by

Henky Honggo

Henky Honggo

IKABINUS Social Media Team & Jurnalist at Tribun News Sumatra Selatan https://www.instagram.com/henkyhonggo