Belajar Disiplin Diri
PROFIL ALUMNI
Cherly Susanti
Alumni Sastra Jepang 2009
Jakarta
Belajar Disiplin Diri
Masa kecil Cherly Susanti tinggal di daerah Jakarta Timur hingga kelas 3 SMP pindah ke Jakarta Barat. Selama satu tahun harus bolak balik ke naik kendaraan umum dari Jatinegara ke sekolah. Setelah lulus SMP, Cherly pun pindah ke sekolah swasta dekat rumah tinggal. Cherly lulus SMA di tahun 2007 pada usia belum genap 17 tahun, karena usia 4 tahun tidak masuk TK tetapi langsung masuk SD.
Awalnya Cherly ingin kuliah di jurusan musik tapi tidak punya dasar selain belajar gitar sendiri. “Waktu itu saya diterima di Binus jurusan Teknik Komputer lho,” kenang Best Conductor Lomba Paduan Suara Universitas Airlangga 2018, Surabaya. Namun kala itu orang tua mengirim Cherly dan kakak ke-3 yang baru lulus kuliah ke Taiwan belajar Bahasa Mandarin. “Di sana, kami sempat ngekos berdua, kemudian pindah ke sebuah kontrakan bersama teman-teman kami sesama orang Indonesia,” beber penggemar fotografi.
Selama di luar negeri, kegiatan Cherly adalah belajar saat pagi hari kemudian dari siang hingga malam kerja part time. Sebagai anak rumahan yang belum pernah jauh dari orang tua, Cherly merasa kaget. Semua keperluan harus diurus sendiri, mulai dari mengatur jadwal juga kendala bahasa yang belum dikuasai. Walaupun Cherly tinggal bersama kakaknya, tetapi jadwal kelas dan pekerjaan berbeda sehingga jarang bertemu. “Saya belajar disiplin diri,” jelas pengoleksi alat musik garpu tala. Akhirnya Cherly menjadi pribadi yang lebih terbuka dengan teman-teman dari berbagai negara serta mempelajari budaya mereka.
Menyukai Musik Klasik
Saat kerja part time, pemilik tempat kerja juga menyukai musik. Ketika melihat Cherly suka bermain gitar dan bernyanyi, beliau memberikan gitar dan mengajak tampil on stage di taman dekat tempat kerja. “Ini pertama kali saya nyanyi di atas panggung yang ditonton umum he…he…,” kata penikmat nasi padang. Alhasil penampilan sangat membekas di hati Cherly dengan permainan gitar dan nyanyi yang belum mahir.
Tahun 2009 Cherly kembali ke tanah air, sedangkan kakaknya masih terus studi lanjut. Cherly mencoba mendaftar di jurusan Sastra Jepang, tapi orang tua menyarankan memilih Sastra China. Berhubung sudah mahir dalam Bahasa Mandarin, akhirnya memilih Sastra Jepang. “Saya merasa bosan mempelajari hal yang sudah dikuasai,” ujar peraih juara 2 kompetisi Komposisi Paduan Suara kategori Profane Music SDGCF 2019, Semarang.
Sebelum masuk kuliah, Cherly diajak ibu untuk menemaninya belajar vokal. Saat itu guru vokal menawarkan Cherly ikut dalam paduan suara Feixiang Choir. Berhubung sedang menganggur, akhirnya ikut kelompok paduan suara tersebut. Di sana awal dari kecintaan dengan paduan suara. Di kampus, Cherly mendaftar di Paramabira (Paduan Suara Mahasiswa Bina Nusantara). Setelah terlibat Cherly mulai menyukai musik klasik.
Ikut Kompetisi
Di tahun 2010 Paramabira ikut kompetisi di Praha, Republik Ceko. Cherly sebagai “anak baru” mengikuti audisi walaupun belum bisa membaca not, suara masih belum jernih, tidak mengerti teknik vokal. Hasil audisi mengumumkan jika Cherly lolos, namun orang tua awalnya tidak setuju karena faktor biaya. Cherly lalu bekerja part time sebagai guru Mandarin di sebuah tempat kursus, hasilnya digunakan untuk membayar biaya kuliah. Kakak-kakak Cherly juga membantu memberikan uang jajan. “Saya cukup bersikeras menggunakan tabungan untuk berangkat kompetisi sembari meminta keringan pada pengurus Paramabira,” terang Cherly. Akhirnya orang tua memberi izin serta membekali sedikit uang untuk berangkat. Pulang dari kompetisi, uang tersebut hampir utuh karena tidak berani membeli apa pun selama perjalanan.
Memasuki tahun 2012 banyak peristiwa yang terjadi pada Cherly. “Saya diminta menjadi pelatih Feixiang Choir untuk mengganti yang sebelumnya,” kata pemilik zodiak sagitarius. Kelompok Paramabira memenangkan kompetisi di Gorizia, Italia. Di tahun tersebut Cherly disarankan mengikuti audisi anggota baru Batavia Madrigal Singers (BMS) dan lolos. Dukacita juga menghampiri Cherly karena kakaknya sakit dan meninggal.
Cherly secara perlahan tertarik membuat aransemen dan komposisi musik, walaupun secara teori sangat minim. Kecintaanya pada komposisi musik membuahkan beberapa penghargaan. “Yang paling membuat senang adalah saat musik yang saya buat ditampilkan oleh orang lain,” beber Cherly. Motivasi dalam diri Cherly untuk menghidupkan cita-cita kuliah musik kembali berkobar, bahkan ingin menjadi komponis. Tahun 2017 Cherly punya kesempatan terlibat membuat Himne Perguruan Tinggi Binus berdasarkan lirik yang disusun oleh tim Binusian. “Suatu kebanggaan tersendiri untuk saya,” kenang Cherly.
Kuliah Komposisi Musik
Kesibukan Cherly pun semakin bertambah di tahun 2013. Mulai dari lulus kuliah lalu magang di Binus Alumni Centre. Pertama kali juga Cherly ikut kompetisi paduan suara bersama BMS. Sempat juga melakoni photo retaucher di Edward Suhadi Production. Cherly mulai menjadi guru vokal, sembari belajar vokal di Sanggar Musicasa Jakarta di bawah bimbingan Joseph Kristanto Pantioso. Mendalami piano di bawah bimbingan Anita Anggraeni juga dilakoninya.
Menjadi guru musik untuk SMP/SMA juga dijalani Cherly hingga tahun 2018, lalu membuka tempat kursus musik di daerah Jakarta Utara. Belajar *conducting *di bawah bimbingan Budi Utomo Prabowo banyak mengajarkan Cherly teori dan analisa musik, yang sebelumnya dipelajari secara otodidak.
Displin dan terus belajar adalah prinsip dipegang teguh. Hingga saat ini Cherly masih belajar vokal di bawah bimbingan Joseph Kristanto Pantioso. Beliau adalah orang yang sangat berjasa dalam memberi ilmu, mendukung belajar dan mengejar mimpi untuk kuliah musik. Akhir tahun 2020 Cherly mendaftarkan diri di National Taiwan Normal University (國立臺灣師範大學 guó lì tái wān shī fàn dà xué) program Master jurusan Komposisi Musik. Jika *border *Taiwan sudah sudah dibuka, Cherly akan berangkat ke sana untuk memulai perkuliahan periode Fall 2021. (henky honggo)
NB: profil ditulis oleh Henky Honggo
#alumniBinus
#IKABinus
#DivisiMediaSosial
#ProfilAlumni
#Sastra
#SastraJepang
#CherlySusanti
#Jakarta